BAB I PEMERIKSAAN
KESALAHAN-KESALAHAN DALAM PENGUKURAN VOLEME
1.1 PENDAHULUAN
Menurut Miller & Miller
(2001) tipe kesalahan dalam pengukuran analitik dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Kesalahan serius (Gross error)
Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi.Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagent yang digunakan, peralatan yangmemang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan inicukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat memberikanpola hasil yang jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat rendah dan lain lain.
2. Kesalahan acak (Random error)
Golongan kesalahan ini merupakan bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil darisuatu perulangan menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara individual berada di sekitar harga rata-rata. Kesalahan ini memberi efek pada tingkat akurasi dan kemampuan dapat terulang (reprodusibilitas). Kesalahan ini bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa direduksi dengan kehati-hatian dan konsentrasi dalambekerja.
3. Kesalahan sistematik (Systematic error)
Kesalahan sistematik merupakan jenis kesalahan yang menyebabkan semua hasil data salah dengan suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan:
a. Standarisasi prosedur
b. Standarisasi bahan
c. Kalibrasi instrumen
Kesalahan sistemik dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Kesalahan metodik
Merupakan kesalahan yang paling serius dapat disebabkan karena kesalahan pengambilan contoh dan kesalahan akibat reaksi kimia yang kurang sempurna.
Kesalahan pengambilan contoh : pengambilan contoh secara acak. Padahal bahan yang dianalisis tidak homogen sehingga nilainya terlalu besar atau kecil.
Pada gravimetric : Melarutnya kembali endapan
Pengaruh lainnya pengamatan titik akhir yang tidak tepat.
2) Kesalahan Operatif
Disebabkan oleh cara kerja analisis, merupakan kesalahan personal seperti buta warna, kesalahan pengoprasian instrument
3) Kesalahan Instrumen
Disebaabkan oleh pemakaian reaksi yang kurang murni, alat yang kurang baik, pemakaian alat yang salah.
Misalnya :
- pemakaian alat makro pada analisis mikro
- pengukuran volume tepat hanya menggunakan gelas ukur
- menimbang contoh 500 mg, menggunakan neraca mg.
1. Kesalahan serius (Gross error)
Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi.Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagent yang digunakan, peralatan yangmemang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan inicukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat memberikanpola hasil yang jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat rendah dan lain lain.
2. Kesalahan acak (Random error)
Golongan kesalahan ini merupakan bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil darisuatu perulangan menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara individual berada di sekitar harga rata-rata. Kesalahan ini memberi efek pada tingkat akurasi dan kemampuan dapat terulang (reprodusibilitas). Kesalahan ini bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa direduksi dengan kehati-hatian dan konsentrasi dalambekerja.
3. Kesalahan sistematik (Systematic error)
Kesalahan sistematik merupakan jenis kesalahan yang menyebabkan semua hasil data salah dengan suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan:
a. Standarisasi prosedur
b. Standarisasi bahan
c. Kalibrasi instrumen
Kesalahan sistemik dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Kesalahan metodik
Merupakan kesalahan yang paling serius dapat disebabkan karena kesalahan pengambilan contoh dan kesalahan akibat reaksi kimia yang kurang sempurna.
Kesalahan pengambilan contoh : pengambilan contoh secara acak. Padahal bahan yang dianalisis tidak homogen sehingga nilainya terlalu besar atau kecil.
Pada gravimetric : Melarutnya kembali endapan
Pengaruh lainnya pengamatan titik akhir yang tidak tepat.
2) Kesalahan Operatif
Disebabkan oleh cara kerja analisis, merupakan kesalahan personal seperti buta warna, kesalahan pengoprasian instrument
3) Kesalahan Instrumen
Disebaabkan oleh pemakaian reaksi yang kurang murni, alat yang kurang baik, pemakaian alat yang salah.
Misalnya :
- pemakaian alat makro pada analisis mikro
- pengukuran volume tepat hanya menggunakan gelas ukur
- menimbang contoh 500 mg, menggunakan neraca mg.
Tujuan pengukuran kimia pada
prinsipnya adalah untuk mencari “nilai sebenarnya” dari suatu parameter
kuantitas kimiawi. Salah satu proses yang dilakukan terkait dengan pekerjaan
dan riset dalam bidang kimia adalah pengukuran analitik .Nilai sebenarnya
adalah nilai yang mengkarakterisasi suatu kuantitas secara benar dan
didefinisikan pada kondisi tertentu yang eksis pada saat kuantitas tersebut
diukur, beberapa contoh parameter yang dapat ditentukan secara analitik adalah
konsentrasi, pH, temperatur, titik didih, kecepatan reaksi, dan lain lain.
Pada pengukuran parameter-parameter ini sangat penting, karena data yang diperoleh nantinya tidak hanya sebagai ukuran angka-angka biasa namun juga baik kualitatif maupun kuantitatif dengan dapat menunjukkan nilai besaran yang sebenarnya.Dalam pengamatan eksperimen secara umum, hasil yang diperoleh pasti tidak dapat terlepas dari faktor kesalahan. Nilai parameter sebenarnya yang akan ditentukan dari suatu perhitungan analitik tersebut adalah ukuran ideal. Nilai tersebut ini hanya bisa diperoleh jika semua penyebab kesalahan pengukuran dihilangkan dan jumlah populasi tidak terbatas. Faktor penyebab kesalahan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain adalah faktor bahan kimia, peralatan, pemakai, dan kondisi pengukuran dan lain-lain. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran analitik ini adalah dengan proses kalibrasi.Terkait dengan pelaksanaan aktivitas laboratorium kimia, sering dijumpai penggunaan pH meter dan spektrofotometer UV-Vis, maka diuraikan juga peranan kalibrasi pada kedua alat tersebut. Pembacaan skala pada alat ukur volumetri (buret, pipet gondok, labu takar, labu ukur) harus benar-benar diperhatikan, dalam hal melihat skala, kedudukan badan, jenis alat maupun jenis larutan, dengan memperhatikan angka signifikan, toleransi pembacaan skala, dan sifat ketelitian alat. Kalibrasi dilakukan agar hasil pengukuran selalu sesuai dengan alat ukur standar/alat ukur yang sudah ditera.
Pada pengukuran parameter-parameter ini sangat penting, karena data yang diperoleh nantinya tidak hanya sebagai ukuran angka-angka biasa namun juga baik kualitatif maupun kuantitatif dengan dapat menunjukkan nilai besaran yang sebenarnya.Dalam pengamatan eksperimen secara umum, hasil yang diperoleh pasti tidak dapat terlepas dari faktor kesalahan. Nilai parameter sebenarnya yang akan ditentukan dari suatu perhitungan analitik tersebut adalah ukuran ideal. Nilai tersebut ini hanya bisa diperoleh jika semua penyebab kesalahan pengukuran dihilangkan dan jumlah populasi tidak terbatas. Faktor penyebab kesalahan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain adalah faktor bahan kimia, peralatan, pemakai, dan kondisi pengukuran dan lain-lain. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran analitik ini adalah dengan proses kalibrasi.Terkait dengan pelaksanaan aktivitas laboratorium kimia, sering dijumpai penggunaan pH meter dan spektrofotometer UV-Vis, maka diuraikan juga peranan kalibrasi pada kedua alat tersebut. Pembacaan skala pada alat ukur volumetri (buret, pipet gondok, labu takar, labu ukur) harus benar-benar diperhatikan, dalam hal melihat skala, kedudukan badan, jenis alat maupun jenis larutan, dengan memperhatikan angka signifikan, toleransi pembacaan skala, dan sifat ketelitian alat. Kalibrasi dilakukan agar hasil pengukuran selalu sesuai dengan alat ukur standar/alat ukur yang sudah ditera.
Pengukuran
adalah kegiatan membandingkan besaran suatu objek atau suatu fenomena dengan
standar yang sesuai. Hasil pengukuran
kemudian disajikan sebagi perkalian antara sebuah bilangan riil dengan satuan
yang dipakai. Bilangan riil dalam ungkapan hasil pengukuran menunjukkan hasil perbandingan
(rasio) antara besaran yang diukur dengan duplikat standar besaran yang
dipakai.
Kesalahan
pengukuran untuk kepentingan analisis dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan,
yaitu: kesalahan sistematis, kesalahan acak, dan kesalahan merambat. Ketepatan
suatu hasil pengukuran ialah besar atau kecilnya penyimpangan yang diberikan
oleh hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai sebenarnya. Kecermatan dapat
dinyatakan oleh besar-kecilnya simpangan baku (s) yang dapat diperoleh dengan
jalan melakukan analisis berulang-ulang.
Ralat atau ketakpastian adalah sarana bagi para fisikawan yang
melakukan pengukuran untuk mengungkapkan keragu-raguan mereka akan hasil ukur.
Ralat diwujudkan dalam bentuk bilangan positif. Jadi, semakin besar ralat yang
dituliskan merupakan pertanda semakin besar pula keraguan orang yang melakukan
pengukuran akan hasil pengukurannya sendiri. Dan sebaliknya, semakin kecil
ralat yang dituliskan semakin yakinlah orang yang melakukan pengukuran akan
hasil pengukurannya.
Besar kecilnya ralat
dapat pula dipahami sebagai kepastian (presisi) pengukuran. Semakin besar
ralatnya, semakin kurang pasti pengukuran yang dilakukan. Sebaliknya, semakin
kecil ralatnya, semakin pasti pengukurannya. Besar kecilnya ralat tergantung
dari beberapa faktor : kualitas alat, kemampuan orang yang melakukan pengukuran
dan jumlah pengukuran yang dilakukan. Pengukuran yang diulang akan memberikan
pembanding bagi data hasil pengukuran sebelumnya dan ini pada gilirannya akan
meningkatkan kepastian. Cara menentukan ralat sangat bervariasi. Tergantung
dari cara pengukuran dan alat ukur yang dipakai
Kesalahan menunjukkan adanya
penyimpangan atau perbedaan nilai atau numeric antara suatu nilai yang terukur
dengan nilai sesungguhnya. Kesalahan sering terjadi dalam setiap analisis
sehingga data yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kesalahan
dapat berupa kesalahan acak dan kesalahan sistematik.
Kesalahan tertentu (sistematik) telah
digolongkan ke sifat metodik operatif dan instrumental sesuai dengan asalnya,
yaitu :
·
Cara analisis karena mencerminkan
sifat-sifat dari system kimia yang tersangkut,
·
Ketidakmampuan pelaksana eksperimen,
·
kegagalan alat pengukur untuk bekerja sesuai dengan
standar yang diperlukan.
Hasil penetapan
dikatakan teliti bila hasil yang didapat dari serangkaian penetapan ini
penyebarannya kecil. Ada tiga macam ukuran penyebaran, yaitu :
a. Kisaran
(range)
b. Penyimpangan
rata-rata (mean deviation)
c. Simpangan
baku (Standart deviation)
Satuan volume yang biasa digunakan dalam kimia analitik
adalah liter dan milliliter. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur volume
zat cair, yaitu berupa gelas volumetric, seperti botol volumetric, pipet,
buret, dan gelas ukur. Kalibrasi merupakan proses verifikasi bahwa suatu
akurasi alat ukur sesuai dengan
rancangannya. Kalibrasi biasa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang terhubung
dengan standar nasional maupun internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.
Kalibrasi diperlukan untuk:
·
Perangkat baru
·
Suatu perangkat setiap waktu tertentu
·
Suatu
perangkat setiap waktu penggunaan tertentu (jam operasi)
·
Ketika
suatu perangkat mengalami tumbukan atau getaran yang berpotensi mengubah
kalibrasi
·
Ketika hasil observasi dipertanyakan
Kalibrasi, pada
umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi dari suatu
perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan
dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat dikalibrasi sehingga
kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan (melalui
konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan temperatur yang
sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala. Hasil kalibrasi harus disertai
pernyataan "traceable uncertainity" untuk menentukan tingkat
kepercayaan yang di evaluasi dengan seksama dengan analisa ketidakpastian
Prinsip Kalibrasi adalah
sebagai berikut:
- Peralatan volumetrik yang digunakan sebagai alat ukur volume yang mempengaruhi hasil uji dan/atau pengukuran harus dikalibrasi secara individu.
- Timbangan yang akan digunakan dalam kalibrasi peralatan volumetrik harus dikalibrasi menggunakan anak timbangan terkalibrasi dengan ketidakpastian pengukuran yang memadai untuk mencapai ketidakpastian penimbangan yang diperlukan untuk memberikan hasil pengukuran volume dengan ketidakpastian pengukuran yang dikehendaki.
- Kalibrasi dan/atau rekalibrasi peralatan volumetrik mungkin tidak diperlukan bila pengukuran volume di mana peralatan tersebut digunakan tidak mempengaruhi hasil uji dan/atau pengukuran atau terdapat bukti yang menunjukkan bahwa kontribusi ketidakpastian pengukuran volumetrik tidak berkontribusi\ signifikan terhadap ketidakpastian total pengujian dan/atau pengukuran dimana peralatan tersebut digunakan.
1.2 TUJUAN
PRAKTIKUM
Tujuan
dari praktikum :
1. Menentukan kemampuan masing-masing
alat sehubungan dengan ketepatan pengukuran.
2. Menentukan kesalahan baik dalam
praktek maupun dalam tahap perhitungan
1.3 ALAT
DAN BAHAN
·
Aquades
·
Asam
pencuci
·
Gelas
ukur 50ml atau 100ml
·
Gelas
ukur 250 ml atau 1000 ml
·
Buret
50 ml
·
Pipet
20 ml
·
Timbangan
0,01 g
·
Gelas
piala 250 ml
1.4 PROSEDUR
KERJA
1. Siapkan alat-alat yang akan di
uji,pakai satu alat yang sama untuk setiap pengujian
2. Cuci dengan asam pencuci,bilas
sampai bersih dengan air dan keringkan
3. Timbang berat gelas piala
4. Ukurlah 20 ml air dengan alat (1,2,3
dan 4)
5. Masukkan ke gelas piala yang sudah
ditimbang,dan ditimbang lagi setelah ditambahkan air sehingga berat air
diketahui
6. Lakukan sebanyak 5 kali untuk
masing-masing alat,sehingga diperoleh ulangan sebanyak lebih kurang 20 kali.
1.5 HASIL
PENGAMATAN
Berat
alat :
1.
Enlemeyer
250 ml 108,95 gram
2.
Gelas
ukur 250 ml 205,59 gram
3.
Buret
25 ml 69,79
gram
4.
Gelas
ukur 100ml 108,12 gram
Hasil percobaan :
Enlemeyer
250 ml
|
|
Volume
air (ml)
|
Simpangan
(ml)
|
20
|
128,90
|
20
|
128,80
|
20
|
128,93
|
20
|
129,33
|
20
|
129,49
|
Gelas
ukur 100ml
|
|
Volume
air (ml)
|
Simpangan
(ml)
|
20
|
127,88
|
20
|
128,70
|
20
|
129,22
|
20
|
127,55
|
20
|
127,8o
|
Gelas
ukur 250 ml
|
|
Volume
air (ml)
|
Simpangan
(ml)
|
20
|
127,46
|
20
|
126,53
|
20
|
130,12
|
20
|
129,58
|
20
|
128,66
|
Buret
25 ml
|
|
Volume
air (ml)
|
Simpangan
(ml)
|
20
|
129,31
|
20
|
128,11
|
20
|
127,51
|
20
|
129,71
|
20
|
128,5
|
Alat
|
Volume
rata-rata
|
simpangan
|
Simpangan
rata
|
Gelas ukur 250 ml
|
128,47
|
5,9
|
1,18
|
Gelas ukur 100 ml
|
128,23
|
2,91
|
0,582
|
Buret 25 ml
|
128,625
|
3,535
|
0,707
|
Enlemayer 250 ml
|
129,09
|
1,28
|
0,256
|
1.6 PEMBAHASAN
1.7 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II PENENTUAN KADAR GULA
1.1 PENDAHULUAN
Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang
ini, gula telah dikenal mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan kesehatan.
Gula merupakan produk alam yang mengandung bahan gizi yang sangat essensial.
Gula bukan hanya merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering
pula digunakan untuk obat-obatan. Gula dapat digunakan untuk menghilangkan rasa
lelah dan letih, dan dapat pula digunakan untuk menghaluskan kulit, serta
pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002; Murtidjo, 1991).
Gula yang baik harus
dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Standar Industri Indonesia (SII)
tahun 1977 dan 1985. Kadar yang sesuai dengan standar SII hanya mungkin
terdapat pada gula murni, yaitu gula yang belum diberi campuran dengan
bahan-bahan lain. Di pasaran dalam negeri, jaminan akan keaslian dan mutu gula
masih belum ada, oleh karenanya kecurigaan akan kepalsuan gula selalu ada
(Suranto, 2004; Sujatmaka, 1988).
Standar mutu gula murni salah satunya didasarkan pada
kandungan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %.
Sedangkan, jenis gula pereduksi yang terdapat pada gula murni tidak hanya
glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin. Sementara itu
proses produksi gula merupakan proses yang kompleks, sehingga kemungkinan besar
terjadi perbedaan kadar dan komposisi gula pereduksi.
Glukosa yang terdapat di dalam gula berguna untuk
memperlancar kerja jantung dan dapat meringankan gangguan penyakit hati
(lever). Glukosa dapat diubah menjadi glikogen yang sangat berguna untuk
membantu kerja hati dalam menyaring racun-racun dari zat yang sering merugikan
tubuh. Selain
itu, glukosa merupakan sumber energi untuk seluruh system jaringan otot.
Sedangkan, fruktosa disimpan sebagai cadangan dalam hati untuk digunakan bila
tubuh membutuhkan dan juga untuk mengurangi kerusakan hati (Purbaya, 2002;
Sarwono, 2001).
Fruktosa dapat
dikonsumsi oleh para penderita diabetes karena transportasi fruktosa ke sel-sel
tubuh tidak membutuhkan insulin, sehingga tidak mempengaruhi keluarnya insulin.
Di samping itu, kelebihan fruktosa adalah memiliki kemanisan 2,5 kali dari
glukosa (Winarno, 1982; Lehninger, 1990).
Penentuan gula
pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti
metode osmometri, polarimetri, dan refraktometri maupun berdasarkan reaksi
gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff - Schorl,
Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lainlain). Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total
dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis
kadar masing-masing dari gula pereduksi dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini mempunyai beberapa
keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar
dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Gritter, et al.,
1991; Dira Swantara, 1995).
Penentuan kadar glukosa
dan fruktosa dengan kromatografi ini juga harus mempertimbangkan berbagai hal
antara lain pemilihan detektor, kolom, pemilihan eluen, laju alir eluen serta
suhu kolom. Ini disebabkan
karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhiresolusi dari tiap - tiap komponen.
Bila dua puncak kromatogram dari dua komponen ISSN 1907-9850 79 terpisah
sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut sempurna. Pemisahan
masing-masing komponen dengan menggunakan alat KCKT harus dilakukan pada
kondisi optimum. Pemisahan yang baik adalah bila kromatogram masing-masing
komponen tidak saling tumpang tindih (Adnan, 1997; Noller, 1990).
Penelitian yang dilakukan oleh Dira Swantara (1995)
menyatakan bahwa pemisahan dan analisis senyawa mono dan disakarida pada gula
dan bahan sejenis lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan teknik KCKT. Kolom
yang digunakan adalah µBondapak-NH2 dan eluen campuran asetonitril:air (75 :
25) yang mengandung 1,0 x 10-5 M etanolamin. Laju alir ditentukan pada 0,6
mL/menit menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 195 nm. Namun dalam
penelitian tersebut tidak dilihat pengaruh suhu kolom terhadap pemisahan
masing-masing komponen gula. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
dipandang perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kadar glukosa dan
fructosa dalam gula dari jenis yang berbeda dengan metode KCKT. Sehingga kadar
glukosa dan fruktosa dari gula tersebut dapat dibandingkan. Penentuan kadar
dilakukan dengan mengatur laju alir eluen dan suhu kolom dengan menggunakan
eluen air deionisasi, kolom Metacarb 87C dan dideteksi dengan menggunakan
detektor indeks bias. Kadar glukosa dan fruktosa yang diukur adalah kadar dari
gula yang telah memenuhi ketentuan SII (kadar gula pereduksi minimal 60 %).
Kadar penyusun gula menurut SII selama ini ditentukan
berdasarkan total gula pereduksi sehingga belum bisa diketahui kadar
masing-masing gula penyusunnya. Gula mengandung berbagai jenis gula pereduksi
yaitu glukosa, fruktosa, dan maltosa. Ini bertujuan untuk mengetahui kadar
glukosa dan fructosa dengam metode KCKT. Kondisi operasional KCKT diatur pada
suhu kolom 80ºC dan laju alir 1 mL/menit, menggunakan kolom metacarb 87C dan
eluen air deionisasi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan detektor indeks
bias, dimana glukosa dan fruktosa dipisahkan pada waktu retensi masing-masing
sekitar 6 dan 7 menit. Prosedur tersebut digunakan untuk penentuan kadar
glukosa dan fruktosa pada sampel gula.
Gula
murni memiliki kemurnian sukrosanya tinggi, kemudian akan mengalami penurunan
mutu jika disimpan cukup lama, lebih-lebih tanpa ditambahkan bahan pengawet.).
Pengukuran kadar gula (sukrosa) secara polarimetris cukup sulit, Untuk itu
dilakukan suatu percobaan menentukan kadar sukrosa dalam gula yang rusak
tersebut. Penentuan kadar sukrosa dilakukan secara polarimetris (polarisasi
ganda) dan secara titrasi (reduksi ganda) selama 24 jam pada suhu kamar tanpa ditambahkan
bahan pengawet). Kadar sukrosa dalam gula murni dapat ditentukan dengan cara
polarimetris dan cara titrasi, karena kadar sukrosa yang dihasilkan dengan kedua
cara tersebut tidak berbeda.
1.2 TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk
menentukan konsentrasi gula dalam sampel secara volumetric.
1.3 ALAT
DAN BAHAN
Bahan
:
Dalam pratikum ini bahan yang
digunakan adalah :
·
Berbagai jenis buah sebagai bahan baku
·
Reagen luff
·
Aquades
·
KI 20 %
·
H2SO4 25 %
·
Thio 0,01 N
·
Kanji 1 %
Alat
Sedangkan
alat yang digunakan dalam pratikum ini meliputi :
·
Timbangan
·
Labu Ukur 250 ml
·
Erlemeyer
·
Kertas saring atau kapas
·
Lampu busen
·
Buret 50 ml
·
Pipet, dan lain – lain
1.4 PROSEDUR KERJA
1. Timbang
5 gram contoh dan masukkan kedalam labu ukur.
2.
Encekan
sampai tanda batas dan saring ke erlemeyer.
3.
Hasil
saringan dipipet 5 ml kedalam erlemeyer dan tambahkan 25 ml reagen luff serta
20 ml aquades, sedangkan untuk blanko aquadesnya 25 ml.
4.
Panaskan
dan biarkan mendidih selama 10 menit sedangkan blanko tidak dipanaskan.
5.
Erlemeyer
diangkat dan didinginkan pada air mengalir kemudian ditambahkan 20 ml KI 20 %
dan 25 ml H2SO4 25 %.
6.
Titrasi
dengan larutan thio 0,01 N sampai cairan berwarna kuning muda.
7.
Tambahkan
3 tetes kanji 1 %.
8.
Penitrasian
dilanjutkan sampai cairan berwarna putih susu.
9. Baca
volume thio yang terpakai.
10. Hitunglah
kadar gulanya.
1.5 HASIL PENGAMATAN
Hasil
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
kami memperoleh data sebagai berikut
·
Berat bahan : 5,04 gram
·
Volume thio yang terpakai :
Pada sampel 17,5 ml
Thio + 3 tetes amilum +
kanji 2% = 7,5 ml
Pada blangko 17,7 ml
Tio + 1 tetes kanji 1% = 7,1 ml
b.
Perhitungan
Diketahui
: Berat
sampel = 5,04 gr
Volume thio = 20 ml
Blanko = 23,7 ml
Ditanya : Berapakah kadar gulanya ?
Jawaban :
Blanko
– thio = 23,7 ml – 20 ml = 3,7 ml
D
= 7,2
+ (3,7 – 3) x (9,7 – 7,2)
= 7,2
+ (0,7 x 2,5)
= 7,2
+ 1,75
= 8,95
FP = 100 = 20
5
Kadar
gula = D x FP x
100 %
1000
x Berat sampel
= 8,95
x 20 x 100 %
1000 x 5,02
= 17900
5020
= 3,56 %
Pembahasan
1.6 KESIMPULAN DAN SARAN
1.7 DAFTAR PUSTAKA
David,
J,Halme, Peck, Helena, 1998, Analytical Biochemistry, Third
edition,
Logman,
New York.
Diakses
dari : http://www.google/kimiaanalisa.com . 2008
Dira
Swantara, I M., 1995, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Beberapa Senyawa Mono-
dan Disakarida Serta Penerapannya Untuk Analis Madu dan Bahan Jenis Lainnya, Tesis,
Universitas Padjadjaran, Bandung
Guntur
Simatupang. 2006. Teknologi
Pangan Tepat Guna. Redaksi@panganplus.com
BAB III PENENTUAN KADAR AIR DAN
KADAR ABU DARI MAKANAN TERNAK
1.1
PENDAHULUAN
Kadar
air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam
persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada
bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya
awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya
bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi
perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Kadar
air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain ;
metode pengeringan, metode destilasi, metode khemis, metode fisis, dan metode
khusus lainnya.
Penentuan
kadar air cara pengeringan, prinsipnya adalah dengan menguapkan air yang ada
dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat
konstan yang berarti semua air sudah diuapkan,
Untuk
mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan
terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan, maka dapat
dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum.
Dengan
demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang
sebenarnya.Kelemahan cara ini adalah ;
- Bahan lain disamping air juga ikut menguap
- Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap
- Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikatb air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan
Penentuan
Kadar Abu
Abu
adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan abu dan
komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya.
Salah
satu cara penentuan kadar abu adlah dengan cara langsung ( cara kering ).
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organic pada suhu
yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 600o C dan kemudian dilakukan penimbangan zat
yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sample yang akan diabukan
ditimbang sejumlah tertentu tergantung bahannya.Lama pengabuan tiap bahan
berbeda-beda dan berkisar antara 2 – 8 jam.
Pengabuan
dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih
abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit.
Penimbangan bahan dilakukan terhadap bahan dalam keadaan dingin.
Cara
mempercepat pengabuan ;
- mencampur bahan dengan pasir kwarsa murni sebelum pengabuan
- menambahkan campuran alcohol ke dalam sample sebelum diabukan
- menambahkan hydrogen peroksida pada sample sebelum pengabuan
Pada
pratikum kali ini bahan yang digunakan adalah tepung.
Tepung
adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung
pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga dan
bahan baku industri. Tepung bias berasal dari bahan nabati misalnya tepung
terigu dari gandum, tapioca dari singkong, maizena dari jagung atau hewani
misalnya tepung tulang dan tepung ikan
Tepung
terigu merupakan tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum dan digunakan
sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Tepung terigu banyak mengndung
zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu
banyak mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berpern dalam menentukan
kekenyalan makanan yng terbuat dari bahan terigu
Tepung
terigu adalah suatu jenis tepung yang terbuat dari jenis biji-bijian yaitu
gandum dimana biji-bijian tersebut sampai saat ini masih diimpor dari beberapa
negara seperti Australia, Canada, Amerika. Jenis gandum yang diimpor ada dua
macam, yaitu jenis Soft dan jenis Hard.
1.2 TUJUAN
PRAKTIKUM
Penentuan kadar air
dan kadar abu dari makanan ternak
1.3 ALAT DAN BAHAN
Bahan dan Alat yang digunakan adalah :
-
Makanan ternak (makanan ayam dan ikan)
-
Botol timbang
-
Neraca analitik
-
Eksikator
-
Oven
-
Cawan porselen
-
Pembakar gas
-
Takur listrik
1.4
PROSEDUR KERJA
A.
Kadar air
Botol timbang dikeringkan pada temperatur 1050
C selama 30 menit. Setelah didinginkan dalam eksikator,kemudian ditimbang
kira-kira 3 gr (catatat sampai 4 desimal dalam gram) bahan,masukan dalam botol
timbang kemudian dikeringkan pada temparatur 1050 C selama 2 jam.
Setelah didinginkan dalam eksikator ditimbang. Pekerjaan dilakukan rangkap 2
(duplo).
B.
Kadar abu
Cawan porselen,dikeringkan pada temperatur
6000 C selama setengah jam, dinginkan dalam eksikator kemudian
ditimbang. Kira-kira 2 gr contoh dimasukan kedalam cawan porselen (timbang
dengan teliti). Cawan dan isinya dipijarkan dengan nyala bunsen sampai tidak
berasap lagi. Kemudian dimasukan kedalam tanur listril dengan temperatur 6000
C sampai contoh menjadi abu sama sekali (kira-kira setengah jam). Setelah
didinginkan dalam eksikator,ditimbang.Pekerjaan dilakukan rangkap 2 (duplo).
1.5 HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
·
Kadar air
Berat cawan aluminium kosong 1 =
5,3528 gr
Berat bahan (tepung ) = 3,0938 gr
Berat akhir = 8,0592 gr
Perhitungan
kadar air :
=
=
%
|
100
|
3566
|
,
|
8
|
0592
|
,
|
8
|
)
|
0938
|
,
|
3
|
3528
|
,
|
5
|
(
|
x
|
gr
|
gr
|
gr
|
-
|
+
|
=
%
|
100
|
3566
|
,
|
8
|
0592
|
,
|
8
|
3566
|
,
|
8
|
x
|
-
|
=
%
|
100
|
3566
|
,
|
8
|
2974
|
,
|
0
|
x
|
=
3,559
%
Berat
cawan aluminium kosong 2 = 5,4126 gr
Berat bahan (tepung ) = 3,1047 gr
Berat akhir = 8,0416 gr
Perhitungan
kadar air :
=
=
%
|
100
|
5173
|
,
|
8
|
0416
|
,
|
8
|
)
|
1047
|
,
|
3
|
4126
|
,
|
5
|
(
|
x
|
gr
|
gr
|
gr
|
-
|
+
|
=
%
|
100
|
5173
|
,
|
8
|
0416
|
,
|
8
|
5173
|
,
|
8
|
x
|
-
|
=
%
|
100
|
5173
|
,
|
8
|
4757
|
,
|
0
|
x
|
=
5,585
%
·
Kadar Abu
Berat
cawan porselen kosong =
12,3208 gr
Berat
bahan (tepung ) =
1,0650 gr
=
13,3678 gr
Berat
abu =
12,3093 gr
Perhitubngan
kadar abu
=
=
=
0,61%
Pembahasan
Kadar
air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam
persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada
bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya
awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya
bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi
perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).Pada pratikum kali ini kadar air
yang diperoleh adalah 4,18 %.hasil ini membuktikan bahwa kadar air dalam tepung
tidak terlalu tinggi sehingga bakteri
tidak mudah masuk.
Abu
adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan
kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat
dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya
asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat,
dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut
pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari
jenis bahan dan cara pengabuannya.Pada pratikum kali ini kadar abu yang
diperoleh dari tepung adalah 0,61 %. Hasil ini membuktikan bahwa dalm
pengiolahan tepung tersebut bersih karena semakin tinggi kadar abu tepung maka
kurang bersih dalm pengolahannya
1.5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kadar
air yang tinngi akan memudahkan bakteri,kapang dan khamir dalam berkembang biak. Dari hasil dapat kita lihat bahwa kadar
air yang diperoleh adalah 4,81 % ini membuktikan bahwa kadar air tepung tidak
begitu tinggi.
Semakin
tinngi kadar abu suatu bahn maka dalam pengolahannya kurang menjaga kebersihan,
sementara dari hasil kita lihat kadar abu tepung adalah 0,61 %. Jadi dalam
pengolahanya cukuo menjaga kebersihan.
Saran
Para
pratikan lebih berhati-hati dalm melkukan peneletian dan juga dalam melakukan
penimbangan jangan terlalu berlebih karena
itu akan mempengaruhi hasil akhir.
1.6 DAFTAR
PUSTAKA
Sudarmadji, Slamet,
H.Bambang, Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
A.L.Underwood.1986. Analisis Kimia
Kuantitatif . Erlangga : Jakarta
Diakses dari ; http://3yuli.wordpress.com/2009/11/10/kadar-amilosa-serealia/
Diakses dari : http://www.google/kimiaanalisa.com . 2008
BAB IV PENENTUAN KADAR
GARAM DALAM IKAN
1.1 PENDAHULUAN
Ikan
asin
adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan
yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam.
Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu
singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan,
walaupun biasanya harus ditutup rapat.
- Konsentrasi garam
Semakin tinggi konsentrasi garam
yang digunakan, semakin cepat proses masuknya garam ke dalam daging ikan. Akan
lebih baik apabila digunakan garam kristal untuk mengasinkan.
- Jenis garam
Garam dapur murni (NaCl 95%) lebih mudah diserap dan menghasilkan ikan asin dengan
kualitas yang lebih baik. Garam rakyat mengandung unsur-unsur lain (Mg, Ca, senyawa
sulfat), kotoran, bakteri dan lain-lain yang dapat menghambat
penetrasi garam dan merusak rasa ikan.
- Ketebalan daging ikan
Semakin tebal daging ikan, proses
pengasinan akan membutuhkan waktu yang semakin lama dan garam yang lebih
banyak. Sehingga ikan-ikan besar biasanya dibelah-belah, dikeping atau diiris
tipis sebelum diasinkan.
- Kadar lemak dalam daging
- Kesegaran daging ikan
Ikan yang kurang segar memiliki
daging yang lebih lunak dan cairan tubuh yang mudah keluar, sehingga proses
pengasinan bisa lebih cepat. Namun juga garam yang masuk dapat terlalu banyak
sehingga ikan menjadi terlalu asin dan kaku.
- Suhu daging ikan
1.2 TUJUAN PRATIKUM
·
Menentukan kadar garam (NaCl) pada ikan
(sampel)
1.3
ALAT DAN BAHAN
Alat
·
Gelas piala 500 ml dan 150 ml
·
Cawan porselin
·
Gelas arloji
Tabung reaksi
·
Gelas ukur 50 ml
·
Hotplate
·
Oven
·
Neraca analitik
·
Labu takar 100 ml
·
Gelas pengaduk
·
Pipet 25 ml
·
Corong
·
Kertas saring
·
Standar corong
·
Penagas air
·
Tanur
·
Eksikator
Bahan
· Ikan
asin kering
· AgNO3
0,1 M
· HNO3
pekat
· HCl
3 M
· Air
suling
1.4 PROSEDUR KERJA
·
Ditimbang 10 gr contoh halus dari ikan
dan dimasukkan ke dalam gelas piala 150 ml.
·
Ditambahkan 25 ml air dan diaduk kuat.
·
Campuran tersebut disaring, filtratnya
dimasukkan ke dalam labu takar.
·
Tahap 2 dan 3 diulangi 2 kali.
·
Filtrate diencerkan dalam labu takar
sampai tanda batas.
·
Dipipet 25 ml filtrate dan dimasukkan ke
dalam gelas piala 500 ml. ditambahkan 200 ml air panas.
·
Ke dalam gelas piala ditambahkan
kira-kira 1 ml HNO3 pekat.
·
Ditambahkan 20 ml AgNO3 0,1 M
sedikit-sedikit. Penambahan dihentikan bila tetesan AgNO3 tidak
jelas menimbulkan endapan putih, walaupun AgNO3 yang digunakan belum
20 ml.
·
Campuran dibiarkan di atas penangas air
selama 45 – 60 menit untuk mengendapkan endapan.
·
Pada cairan di atas endapan diteteskan
AgNO3 perlahan-lahan. Bila terbentuk kekeruhan, ageing dilanjutkan
sekitar 10 menit.
·
Endapan disaring dan di cuci dengan
cairan pencuci yang mengandung HNO3 0,1 M, sampai bebas ion perak
(pengujian bebas ion perak dilakukan pada tetesan filtrat sampai terakhir.
Diuji dengan penambahan HCl)
·
Endapan dipindahkan ke dalam cawan
porselin yang telah dipijarkan dan ditimbang.
·
Cawan berisi endapan dikeringkan dalam
oven kemudian dipijarkan sampai kertas saring habis (30 menit).
·
Cawan berisi endapan ditimbang.
·
Dihitung bobot endapan dan kadar NaCl
dalam contoh dinyatakan dalam persen bobot.
1.5 HASIL DAN PEMBAHASAN
·
Standarisasi AgNO3 terhadap
NaCl (Cara Mohr)
Kelompok
|
Vol.
AgNO3(ml)
|
21
|
11
|
22
|
11,2
|
23
|
8,2
|
24
|
11
|
Vrata-rata = 10,35 ml
|
V
AgNO3 . N AgNO3 = V
NaCl . N NaCl
10,35
. N AgNO3 = 10. 0,1
N
AgNO3 = 0,09 N
·
Standarisasi AgNO3 terhadap
NH4CNS 0,1 N (Cara Volhord)
Kelompok
|
Vol. NH4CNS
|
21
|
11,5ml
|
22
|
11 ml
|
23
|
11 ml
|
24
|
10 ml
|
Vrata-rata =
10,9 ml
|
V
NH4CNS . N NH4CNS=VAgNO3 . NAgNO3
10,9 . 0,1 = 10 . NAgNO3
NAgNO3 = 0,11
N
·
Penentuan kadar NaCl pada ikan
asin/telur asin
Telur asin
Kelompok
|
Vol.
AgNO3
|
23
|
3
ml
|
24
|
3
ml
|
Kelompok
|
Vol. AgNO3
|
21
|
19 ml
|
22
|
19,5 ml
|
Vrata-rata=
19,25 ml
|
Ikan
asin
Pembahasan
Analisa kuantitatif
NaCl dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan menggunakan metode Mohr dan metode
Volhord. Pada percobaan ini, yang dicari adalah Normalitas AgNO3
yang belum diketahui konsentrasinya. Perbedaan dari kedua metode ini terletak
pada titran yang digunakan, jika pada metode Mohr menggunakan AgNO3
sedangkan metode Valhard menggunakan titran NH4CNS.
Metode Mohr dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral
dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2Cr2O4
sebagai indikator. Titrasi dengan
cara metode mohr harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit
alkalis, pH 6,5 – 9,0. 10 ml NaCl yang telah dicampur dengan 15 ml aquades
dititrasi dengan menggunakan AgNO3. Sebelum dititrasi, larutan
ditetesi indikator K2Cr2O4 0,5 % sebanyak 5
tetes. Titik akhir titrasi terjadi jika terjadi perubahan menjadi warna merah.
Untuk mencapai titik akhir titrasi dibutuhkan Volume rata-rata AgNO3
10,35 ml. Sehingga diperoleh bahwa N dari titran adalah 0,09 N.
Metode Valhard
menggunakan cara yang berbelit-belit jika dibandingkan dengan metode mohr,
karena pada metode ini menggunakan larutan sampai 5 jenis. 10 ml AgNO3
dimasukan ke dalam tabung erlenmeyer lalu ditambah 15 ml aquades. setelah AgNO3 dan aquades bercampur, tambahkan larutan
indikator 5 tetes. Lalu ditambahkan lagi dengan 5 ml larutan HNO3 6
N dan dititrasi dengan NH4CNS. Untuk mencapai titik akhir titrasi
dibutuhkan volume 10,9 ml, sehingga diperoleh Normalitas AgNO3 0,11.
Hasil yang didapat ini tidak terlalu beda jauh dengan metode Mohr karena pada
dasarnya prinsip dari kedua metode ini adalah sama.
Penentuan
kadar garam pada ikan asin
Prinsip dari prakikum ini adalah dengan
metode Mohr, sampel 5 gram bersama dengan aquades dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml. Lalu disaring untuk diambil sarinya. Sarinya dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Lalu ditambahkan indikator K2Cr2O4
5% sebanyak 5 tetes lalu dititrasi dengan AgNO3 yang telah diketahui
konsentrasinya melalui percobaan pertama. Pada penentuan kadar garam pada ikan
asin dibutuhkan AgNO3 sebanyak 19,25 ml sehingga didapat konsentrasi
NaCl dalam ikan asin sebanyak 20%.
Sedangkan pada penentuan kadar garam dalam telur asin, dibutuhkan AgNO3
sebanyak 3 ml sehingga didapat kadar NaCl sebesar 3,1 %.
1.7
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.8
Daftar
Pustaka
Djoelistee, Bertha G. Analisa NaCl Metode Argentometri Cara Mohr. avalaible at : http://btagallery.blogspot.com/2010/03/analisa-kadar-nacl-dalam-tepung-tapioka.html ( diakses : 08 Agustus 2010)
JR, R.A. Day & A.L. Underwood. 1998. Analisis
Kimia Kuantitatif Edisi keenam, Penerjemah : Dr. Ir. Iis Sopyan, M.Eng.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
BAB V MENGGAMBAR
SPEKTRUM ULTRAVIOLET DARI SENYAWA ORGANIK
Gambir
adalah ekstrak air
panas dari daun dan ranting tanaman gambir yang disedimentasikan dan kemudian
dicetak dan dikeringkan. Hampir 95% produksi dibuat menjadi produk ini, yang
dinamakan betel bite atau plan masala. Bentuk cetakan biasanya
silinder, menyerupai gula merah. Warnanya coklat kehitaman. Gambir (dalam
perdagangan antarnegara dikenal sebagai gambier) biasanya dikirim dalam
kemasan 50kg. Bentuk lainnya adalah bubuk atau "biskuit". Nama
lainnya dalah catechu, gutta gambir, catechu pallidum (pale
catechu).
Sejenis tumbuhan
yang terdapat di Asia Tenggara. Gambir termasuk dalam keluarga Rubiaceae.
Daunnya berbentuk bujur telur atau lonjong dan permukaannya licin. Bunganya
berwarna kelabu. Gambir biasanya dimakan dengan sirih. Ia juga dimanfaatkan
sebagai ubat, umpamanya untuk mencuci luka terbakar dan kudis, mencegah
penyakit diarea dan disenteri serta sebagai pelembap dan menyembuhkan luka di
kerongkong.
Kegunaan utama
adalah sebagai komponen menyirih. Diketahui, gambir merangsang keluarnya getah empedu
sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain adalah
sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat sakit kepala, obat
diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit
(dibalurkan); penyamak kulit; dan bahan pewarna tekstil. Fungsi yang tengah
dikembangkan juga adalah sebagai perekat kayu lapis atau papan partikel. Produk
ini masih harus bersaing dengan sumber perekat kayu lain, seperti kulit kayu Acacia
mearnsii, kayu Schinopsis balansa, serta kulit polong Caesalpinia
spinosa yang dihasilkan negara lain.
Kandungan utama
dan juga dikandung oleh banyak anggota Uncaria
lainnya adalah flavonoid
(terutama gambiriin), katekin
(sampai 51%), zat penyamak (22-50%), serta sejumlah alkaloid
(seperti gambirtannin
dan turunan dihidro- dan okso-nya).
1.2 TUJUAN
Untuk mengetahui dan mendeteksi perkiraan jenis senyawa organik yang
dilihat dari spektrum ultraviolet.
Untuk mengetahui serapan maksimum.
1.3 ALAT DAN BAHAN
Bahan yang digunakan adalah gambir,
asam asetat dan etanol 50 ml. Sedangkan alat yang digunakan adalah
spektrofotometer dengan kelengkapannya, gelas ukur 25 ml, labu ukur 50 ml dan
kuvet yang sesuai dengan spektrofotometer.
1.4
PROSEDUR KERJA
1. Timbang
0,5 gram bubuk gambir kemudian dilarutkan dengan etanol sebanyak 50 ml.
2. Larutan
dimasukkan ke dalam kuvet yang siap untuk dilihat kemamapuan transmisi
cahayanya. Kuvet yang digunakan harus sama dengan jenis spektrofotometernya.
3. Lakukan
kalibrasi alat terlebih dahulu dengan cara memasukkan larutan yang digunakan
sebagai pelarut pada pengekstrakan, disini digunakan metanol atau etanol. Atur
jarumnya sesuai dengan pengamatan absorben atau transmitannya.
4. Setelah
dikalibrasi, maka atur panjang gelombangnya. Untuk masing-masing panjang
gelombang yang berbeda dengan nilai transmitannya.
5. Setelah
panjang gelombang diatur, maka masukkan larutan ekstrak tersebut kedalam tempat
kuvet spektrofotometer. Panjang gelombang yang dicantumkan antara 340-1000nm.
6. Catatlah
absorban atau transmitan setiap perubahan panjang gelombang 10nm dengan cara
memutar knop panjang gelombang.
7. Dengan
membuat titik koordinasi antara panjang gelombang dengan absorban atau
transmitan, maka gambarkan spektrum UV dari larutan tersebut
1.5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Massa bubuk gambir yang digunakan : 0,50
gram
Etanol : 50 ml
Blanko : 50 ml
Hasil pengamatan
Transmitan (x)
|
Absorbans( y)
|
250
|
0,091
|
253
|
0,136
|
256
|
0,340
|
259
|
0,504
|
265
|
0,621
|
267
|
0,785
|
271
|
1,009
|
274
|
1,332
|
277
|
1,566
|
280
|
1,847
|
283
|
2,131
|
286
|
2,362
|
289
|
2,522
|
292
|
2,665
|
295
|
2,537
|
298
|
1,874
|
301
|
1,313
|
304
|
0,984
|
307
|
0,026
|
310
|
0,766
|
313
|
0,739
|
316
|
0,724
|
319
|
0,717
|
322
|
0,711
|
325
|
0,704
|
328
|
0,695
|
331
|
0,674
|
334
|
0,644
|
337
|
0,619
|
340
|
0,596
|
343
|
0,574
|
346
|
0,548
|
349
|
0,523
|
1.6 KESIMPULAN
DAN SARAN
1.7 DAFTAR
KEPUSTAKAAN
- Day, R.A dan A.L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif (Pudjaatmadja,AH: Alih Bahasa).Erlangga:Jakarta
·
Penuntun Praktikum Kimia Analitik, Jurusan Teknologi
Pertanian UNAND, Padang, 2007
·
http://www.pnm.my/sirihpinang/sp-gambir.htm
BAB
VI PENENTUAN KADAR VITAMIN C
1.1
PENDAHULUAN
Vitamin adalah senyawa organik kompleks yang esensial
untuk pertumbuhan dan fungsi biologis yang lain bagi makhluk hidup. Berhubung
vitamin tidak disentesa dalam tubuh kecuali vitamin K, maka vitamin harus ada
dalam makanan yang dikonsumsi. Bila tidak ada dalam makanan maka tubuh akan
kekurangan vitamin yang mengakibatkan organ tubuh tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya lama-kelamaan menyebabkan penyakit.
Kebutuhan
untuk vitamin C adalah 60 mg/hari, tapi hal ini bervariasi pada setiap
individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat,
rokok, penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat
tidur) meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitaminC. Perokok membutuhkan vitamin
C sekitar 100 mg/hari. Vitamin ini
tidak disimpan di dalam tubuh, tetapi dikeluarkan melalui urin dalam jumlah
kecil. Karena itulah, vitamin C perlu dikonsumsi setiap hari untuk mencegah
kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal.
Ditemukan pertama kali, secara tidak sengaja, pada para
pelaut yang mengalami pendarahan gusi ketika berlayar pada waktu yang lama. Mereka
sangat kurang mengkonsumsi buah-buahan. Penyakit ini kemudian dikenal sebagai scorbut. Karena tidak mampu
mensintesis sendiri, manusia dan hewan memerlukan vitamin C dalam makanannya.
Industri farmasi telah lama membuat vitamin C sintetis untuk berbagai
keperluan, tidak ada perlakuan berbeda oleh tubuh pada vitamin C alami maupun
sintetisnya.
Kekurangan vitamin dapat menyebabkan penyakit tertentu
atau kelainan-kelainan,sehingga gejala ini dapat digunakan sebagai alat untuk
menentukan adanya kekurangan vitamin atau jumlah vitamin dalam menu makanan,
untuk ini diperlukan percobaan pada hewan (bioassay).
(Sudarmadji,Slamet,.dkk.1989)
Vitamin adalah senyawa organik kompleks yang esensial
untuk pertumbuhan dan fungsi biologis yang lain bagi makhluk hidup. Berhubung
vitamin tidak disentesa dalam tubuh kecuali vitamin K, maka vitamin harus ada
dalam makanan yang dikonsunsi. Bila tidak ada dalam makanan maka tubuh akan
kekurangan vitamin yang mengakibatkan organ tubuh tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya lama-kelamaan menyebabkan penyakit. (Winarno,F.G.1989)
Hampir semua vitamin yang kita kenal sekarang telah
berhasil diidentifikasi sejak tahun 1990. Vitamin tersebut pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam
dua golongan utama yaitu vitamin yang larut dalam lemak yang meliputi vitamin
A,D,E, dan K.dan vitamin yang larut dalam air yang terdiri dari vitamin C dan
vitamin B. (Winarno,F.G.1989)
Vitamin C mempunyai rumus
C6H8C6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tak berwarna, tidak bau dan
mencair pada suhu 190-192 0C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai
rasa asam. Vitamin
C ialah antioksidan yang diperlukan oleh sekurang-kurangnya 300 fungsi
metabolik dalam badan, termasuklah pertumbuhan dan penggantian tisu, fungsi
kilang adrenal, dan untuk gusi yang sihat. Ia menolong dalam pengeluaran hormon
anti-stress dan interferon, sejenis protin sistem imuniti yang penting , dan
diperlukan juga untuk metabolisma folik asid , tairosin, dan phenylalanine. Sifat yang paling utama
vitamin C adalah kemapuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang
dikatalis oleh beberapa logam terutama
Cu dan Ag (Patricia, 1983).
Asam
askorbat (vitamin C) banyak diperlukan dalam metabolisme. Sumber vitamin C
adalah buah sitrun ,arbei, semangka, cabai, tomat,apel, jeruk, kol merah, dan
sayur – sayuran yang berdaun hijau. Meskipun telah diketahui sejak tahun
1970-an, bahwa suatu faktor di dalam jeruk mencegah penyakit sariawan.
Ada beberapa kontroversi mengenai vitamin D, beberapa
ilmuwan menganggap bahwa vitamin D bukan merupakan suatu vitamin karena
memiliki aktivitas yang mirip dengan hormon.
Vitamin tersebut kemudian diaktifkan oleh sinar matahari dan diangkut ke
berbagai alat tubuh untuk dimanfaatkan atau disimpan dalam hati.
(Winarno,F.G.1989)
Menurut Slamet Sudarmadji,dkk.1989,” Analisa vitamin
secara bioassay adalah penentuan kadar komponen bahan makanan misalnya vitamin
secara relatif dengan membandingkan pengaruhnya terhadap hewan percobaan yang
dipakai sebagai standar. Hewan percobaan yang dipakai biasanya tikus putih,
kelinci putih, atau kera. Persediaan vitamin dalam tubuh hewan harus
dihilangkan dengan cara memberikan makanan yang bebas dari vitamin sebelum
dilakukan analisa.”
Adapun
vitamin dibedakan menjadi 2 kelas ,yaitu:
a. Vitamin yang larut dalam air :
·
Tiamin(vitamin B1)
·
Riboflavin (vitamin B2)
·
Asam nikotinat
·
Asam pantotenat
·
Piridoksin (vitamin B6)
·
Biotin
·
Asam folat
·
Vitamin B12
·
Asam askorbat (vitamin C)
b. Vitamin
yang larut dalam lemak :
·
Vitamin
A
·
Vitamin D
·
Vitamin E, Vitamin K
1.2
TUJUAN
Mengetahui berapa
persen kandungan vitamin c pada bahan pangan atau buah buahan
1.3
ALAT DAN BAHAN
Bahan :
a.
Jeruk
b.
Larutan
Amilum 1%
c.
Larutan
Standar Iodium 0,01N mengandung 16 gr KI perliternya
Alat :
d.
Blender
Kertas
saring
e.
Buret 50 ml Labu
takar 100 ml
f.
Erlemeyer
125 ml Aquades
1.4 PROSEDUR KERJA
- 200-300 gr sampel ditimbang lalu dihancurkan dengan blender srehingga diperoleh slurry. 10-30 gr slurry dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambah aquades sampai tanda batas.
- disaring dengan Krus Gooch atau kapas untuk memisahkan filtratnya.
- diambil 5-25 ml dengan pipet lalu dimassukkan ke dalam erlemeyer 125 ml, ditambahkan amilum 1% sebanyak 2 ml(soluble starch) dan 20 ml aquades jika perlu.
- dititrasi dengan 0,01 N standar iodium sapai timbul warna biru.
- dilakukan perhitungan dengan mengetahui bahwa 1ml 0,01 N iodium sama dengan 0,88 mg asam askorbat (vitamin C).
- dilakukan triplo.
1.5
Hasil Pembahasan
Hasil
Berat sampel : 10,1291 gr
Iod yang diperlukan : 2,9 ml
Perhitungan:
Dik : Berat sampel = 10,1291 gr
P = pengenceran = 1 kali
Dit : Kadar vitamin C?
Jawab
Asam askorbat
(mg/100g bahan) =
=
= 25,175/100gr
bahan
Pembahasan
Berat sampel yang digunakan yaitu 10,1291 gram. Pada percobaan volume iod yang terpakai untuk
titrasi 2,9
ml. Dengan
menggunakan rumus yang telah ditentukan diperoleh kandungan vitamin C sebesar 25,175 mg/100 gr bahan. Buah jeruk, baik yang dibekukan maupun yang dikalengkan
merupakan sumber vitamin C yang tinggi. Demikian juga halnya barries, nenas,
dan jambu. Beberapa buah tergolong buah yang tidak asam seperti pisang, apel,
pear, dan peach rendah kandungan vitamin C-nya, apabila bila produk tersebut
dikalengkan. (Winarno,F.G.1989)
Untuk mengetahui kandungan vitamin C pada buah, berikut
adalah tabel kandungan pada buah-buah yang umum kita temui dalam 100 gram.
Buah
|
Kandungan Vitamin C (gr/100gr
|
Jambu biji
|
183
|
Kelengkeng
|
84
|
Pepaya
|
62
|
Jeruk
|
53
|
Melon
|
42
|
Anggur
|
34
|
Jeruk
mandarin
|
31
|
Buah sukun
|
29
|
Mangga
|
28
|
Nanas
|
15
|
Pisang
|
9
|
Alpukat
|
8
|
Sumber:http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-kesehatan/80-kandungan-vitamin-
c-buah.html
Dari tabel diatas hasil yang diperoleh jauh berbeda
dengan tabel diatas. Pada perhitungan yang diperoleh kandungan vitamin C pada
buah jambu biji hanya 25, 195
Sedangkan pada tabel tertulis 183gr/100ml
Jawaban
Pertanyaan
dari langkah kerja no 5
1.
Reaksi
iod – amilum menyebabkan warna biru karena sifat vitamin C dapat bereaksi
dengan iodin, dan amilum mengandung amilosa dan amilopektin yang dapat
membentuk senyawa insklusi yang disebabkan oleh efek dipol, imbas, dan
resonansi yang ditimbulkannya.
2.
1
ml 0,01 N iodim setara atau samadengan 0,88 mg asam askorbat dapat dibuktikan
dengan :
I2
2I + Ae-
Mol =
=
= 0,005 mmol/ml
n = MxV massa
= n x Mr (Vitamin C)
= 0,005 mmol/ml x 1 ml = 0,005 mmol x 176
= 0,005 mmol = 0,88
Dari hasil
perhitungan di atas didapatkan 1 ml 0,01N setara dengan 0,88 mg asam askorbat.
1.6 KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
- Volume rata- rata iod yang terpakai 2,9 ml, sehingga kandungan vitamin C dalam apel 25,195 mg/100gr bahan.
- Fungsi dari vitamin C ialah antioksidan yang diperlukan oleh sekurang-kurangnya 300 fungsi metabolik dalam badan, termasuklah pertumbuhan dan penggantian tisu, fungsi kilang adrenal, dan untuk gusi yang sehat.
§ Vitamin
C merupakan kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering
vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah rusak karena
bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dapat
dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C sangat tidak stabil
dalam larutan alkali, tetapi vitamin C sangat cukup stabil dalam larutan asam.
§ Buah – buahan juga mengandung zat yang bersifat antiinflamasi
(antiradang) sehingga dapat menyembuhkan radang pda jerawat, luka, borok,
wasir, usus buntu hingga radang saluran pencernaan (bronchitis).
Saran
o
Diharapkan
kepada pratikum untuk lebih teliti saat melakukan penelitian dan slalu berhati
hati saat pratikum dilaksanakan,
o
janganlah
bergurau –gurau saat pratikum berlangsung untuk menghindari hal –hal yang tidak
diinginkan.
o
Dan
mudah mudahan untuk praktikum kedepannya,praktikan bisa teliti dalam melakukan
praktikum atau percobaan analisis.
1.7 DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi, R.1985. Kemajuan
Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia
(UI-Press).
Sudarmadji,
Slamet, dkk.1989. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Yokyakarta : Liberty Yokyakarta bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada.
BAB VII PENENTUAN KOEFISIEN
DISTRIBUSI EKSTRAK ZAT
1.1
PENDAHULUAN
Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan
alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metoda pemisahan mekanis
atau termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja, karena komponennya saling
bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya
terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah. Dalam hal
semacam itu, seringkali ektraksi hádala satu-satunya proses yang dapat
digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Yang dimaksud dengan ektraksi
adalah pemisahan satu atau beberapa campuran bahan dari suatu padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut-pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan
larut yang berbeda dari komponen – komponen dalam campuran.
Sebuah
contoh ekstraksi yang dapat dilihat sehari-hari ialah pelarutan componen-komponen
kopi dengan menggunakan air panas dari bici kopi yang telah dibakar atau
digiling.
Ada dua
macam teknik ekstraksi, yaitu :
- Ekstraksi bertahap (Bactch)
- Ekstraksi berkesinambungan (Counter Curent)
Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan dalam
teknik ekstraksi :
a.
Bahan
ekstraksi : campuran bahan yang akan
diekstraksi.
b.
Pelarut(media
ekstraksi) : cairan yang digunakan
pada proses ekstraksi.
c.
Ekstrak(bahan) : bahan yang dipisahkan dari bahan
ekstraksi.
d.
Larutan
ekstrak : pelarut setelah proses pengambilan
ekstrak.
e.
Rafinat(residu
ekstraksi) : bahan ekstraksi setelah
diambil ekstraknya.
f.
Ekstraktor : alat ekstraksi.
g.
Ekstraksi
padat-cair : ekstraksi dari
bahan padat.
h.
Ekstraksi
cair-cair(ekstraksi dengan pelarut = solvent ekstraktion) : ekstraksi dari
bahan ekstraksi yang cair.
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut ini :
a.
Selektifitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan,
bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada
ekstraksi bahan-bahan alami sering juga bahan lain, ikut dibebaskan
bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Larutan ektrak tercemar yang
diperoleh harus dibersihkan, kemudian diekstraksi lagi dengan menggunakan
pelarut kedua.
b.
Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan
bahan yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
c.
Kemampuan
tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair boleh (atau hanya secara
terbatas) larut dalam bahan ekstraksi.
d.
Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin
perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi dimaksudkan
agar kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan pencampuran (pemisahan dengan
gaya berat). Bila beda kerapatan pemisahan seringkali pemisahan dilakukan dengan
menggunakan gaya ekstraktor sentrifugasi.
e.
Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan secara kimia
pada komponen – komponen bahan ekstraksi. Hal-hal tertentu diperlukan adanya
reaksi kimia (misalnya garam) untuk mendapatkan selektifitas yang tinggi
seringkali disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan uang mutlak harus
berada dalam bentuk larutan.
f.
Titik
didih
g.
Kriteria
yang lain
Pelarut yang digunakan sedapat mungkin harus :
a.
Murah
b.
Tersedia
dalam jumlah besar
c.
Tidak
beracun
d.
Tidak
dapat terbakar
e.
Tidak
eksplosif bila bercampur dengan udara
f.
Tidak
korosif
g.
Tidak
menyebabkan terbentuknya emulsi
h.
Memiliki
viskositas yang rendah
i.
Stabil
secara nimia dan termis.
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat
terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik
ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat
organik maupun zat anorganik. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan
suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang
tidak dapat bercampur.
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam
kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu.
Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solut
akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah
dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan
tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi, yang dinyatakan
dengan rumus: dengan KD adalah koefisien distribusi, [X]o adalah konsentrasi
solut pada pelarut organik
[X]a adalah konsentrasi solut pada pelarut air.
Iod mampu larut dalam air dan juga dalam kloroform. Akan
tetapi, perbedaan kelarutannya dalam kedua pelarut tersebut cukup besar. Dengan
mengekstraksi larutan iod dalam air ke dalam kloroform, menghitung konsentrasi
awal dan sisa iod dalam air dengan cara titrasi, maka dapat diperoleh
konsentrasi iod dalam kedua pelarut tersebut, sehingga koefisien distribusi iod
dalam sistem kloroform-air dapat ditentukan.
Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi
(D) akan lebih bermakna daripada koefisien distribusi (KD). Angka banding
distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut
organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Jika zat terlarut adalah X,
maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis:
KD =
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang
terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui
volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk
mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa
ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar
diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir
stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu
sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui.
Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan
satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator.
Kadua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama
bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada
titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, “titrimetrik”
lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Di antara berbagai metode pemisahan, ekstraksi pelarut
atau disebut juga ekstraksi air meruapakan metode pemisahan yang paling baik
dan populer. Hal ini didasarkan pada suatu alasan bahwa pemisahan ini dapat dilakukan
dengan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan
peralatan yang khusus atau canggih, kecuali corong pisah.
Ekstraksi adalah metode pemindahan zat terlarut atau
solut di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prisnsip metode ini
didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua
pelarut yang tidak saling bercampur, sepeti benzena, karbon tetraklorida, atau
kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditrasnfer pada jumlah yang
berbeda dalam ke dua fase pelarut.
Dengan ekstraksi dapat dipisahkan dua atau lebih zat
berdasarkan perbedaan koifisien distribusinya, sehingga suatu zat dapat
dipisahkan dan diambil dari campurannya untuk dibuat kadarnya menajdi lebih
tinggi.
1.2 TUJUAN
Menentukan koefisien distribuís dari suatu larutan NaOH
1.3 ALAT DAN BAHAN
a. Bahan
Dalam
pratikum ini bahan yang digunakan adalah :
·
NaOH
·
N-heksan
·
HCl
0,01 M
·
Fenolftalin
b. Alat
Sedangkan
alat yang digunakan dalam pratikum ini meliputi :
· Labu
takar 100ml
· Corong
pemisah 250ml
· Erlenmeyer
250ml
· Buret
50ml
1.4 PROSEDUR KERJA
a. Buatlah
100ml larutan NaOH (dari NaOH padat)
b. 50ml
larutan tersebut dimasukkan ke dalam corong pemisah 250ml
c. Tambahkan
n-heksan, kocok kuat dan biarkan cairan terpisah
d. Setelah kedua cairan terpisah biarkan selama 20-30 menit
e. Pisahkan kembali kedua cairan dengan cara membuka corong
pemisah. Hati-hati jangan sampai tercampur. Akan didapat fraksi NaOH dalam air
dan dalam n-heksan
f. Ambil 10ml fraksi NaOH dalam air
g. Titrasi dengan HCl 0,1 M dan menggunakan indikator
fenolftalin
h. Hitung konsentrasi NaOH yang terdapat didalam larutan (a)
i. Ambil 10ml naoh
j. Titrasi dengan HCl 0,1 M
k. Hitung konsentrasi NaOH dalam larutan awal (b)
1.5
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Pengamatan
NaOH yang
dilarutkan dengan N – Heksan
Percobaan
|
Volume HCl Yang Terpakai
|
1
|
9,8 ml
|
2
|
9,8 ml
|
Volume Rata - rata
|
9,8 ml
|
NaOH murni
Percobaan
|
Volume HCl Yang Terpakai
|
1
|
10,4 ml
|
2
|
10 ml
|
Volume Rata - rata
|
10,2 ml
|
b.
Perhitungan
Koefisien Distribusi =
B – A
A
= 10,2 ml – 9,8 ml
9,8
ml
= 0,4 ml
9,8ml
= 0,0408 ml
Keterangan
: A = NaOH yang dilarutkan dengan N –
Heksan
B = Na OH Murni
PEMBAHASAN
Ektraksi adalah pemisahan satu atau beberapa campuran
bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut-pelarut. Pemisahan
terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen – komponen dalam
campuran. Ekstraksi dapat
juga diartikan sebagai metode pemindahan
zat terlarut atau solut di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur.
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sepeti benzena, karbon
tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditrasnfer
pada jumlah yang berbeda dalam ke dua fase pelarut.
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat
terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik
ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat
organik maupun zat anorganik. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan
suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang
tidak dapat bercampur.
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam
kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut dengan perbandingan
tertentu. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek
solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut
setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam
kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap.
Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi, yang
dinyatakan dengan rumus: dengan KD adalah koefisien distribusi, [X]o adalah
konsentrasi solut pada pelarut organik
[X]a adalah konsentrasi solut pada pelarut air.
Dari praktikum yang
telah kami lakukan, kami memperoleh volume larutan HCl yang terpakai dalam NaOH
yang dilarutkan dengan N – Heksan adalah sebesar 9,8 ml, dengan rata – rata 9,8
ml. Sedangkan volume HCl yang terpakai dalam NaOH murni adalah sebesar 10,4 ml
dan 10 ml, dengan rata – rata 10,2 ml.
Untuk mencari koefisien
distribusi dari ekstrak zat, kami menggunakan rumus :
Koefisien Distribusi =
B – A
A
Dimana : A = NaOH yang dilarutkan dengan N – Heksan
B
= NaOH Murni
Sehingga
kami memperoleh koefisien distribusi dari suatu ekstrak zat adalah sebesar 0,0408
ml.
1.6 KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Ekstraksi
dapat juga diartikan sebagai metode
pemindahan zat terlarut atau solut di antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sepeti
benzena, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut
dapat ditrasnfer pada jumlah yang berbeda dalam ke dua fase pelarut.
2.
Ada
dua macam teknik ekstraksi, yaitu :
a.
Ekstraksi
bertahap (Bactch)
b.
Ekstraksi
berkesinambungan (Counter Curent)
3.
Pemilihan
pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
a.
Selektifitas
b.
Kelarutan
c.
Kemampuan
tidak saling bercampur
d.
Kerapatan
e.
Reaktifitas
f.
Titik
didih
g.
Kriteria
yang lain
3.
Hukum
Distribusi Nernst berbunyi “Bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka
akan terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu”.
Saran
1.7 DAFTAR
PUSTAKA
A.L.Underwood.1986. Analisis Kimia
Kuantitatif . Erlangga : Jakarta
Diakses
dari : http://www.google/belajarkimia/titrasiasam-basa.com . 2008.
Diakses
dari : http://www.google/kimiaanalisa.com . 2008
Dira Swantara,
I M., 1995, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Beberapa Senyawa Mono- dan
Disakarida Serta Penerapannya Untuk Analis Madu dan Bahan Jenis Lainnya, Tesis,
Universitas Padjadjaran, Bandung
H.A. Laitinen dan W.F. Harris. Chemical
Analysis; an advance text and
references, Mcgraw Hil ( 1975 )
BAB
VIII KROMATOGRAFI KERTAS
1.1 PENDAHULUAN
Prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi
diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah
satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di
dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
perbedaan dalam absorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion dinamakan kromatografi sehingga masing-masing zat dapat
diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Anonim, 1995).Kromatografi
digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip
yang sama.
Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Kita akan melihat alasannya pada halaman selanjutnya.
Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Kromatogram kertas
Anda mungkin telah menggunakan kromatografi kertas sebagai salah satu hal pertama yang pernah anda kerjakan dalam bidang kimia untuk pemisahan, misalnya campuran dari pewarna-pewarna yang menyusun warna tinta tertentu. Ini merupakan contoh yang mudah, mari memulai dari hal itu.
Anggaplah anda mempunyai tiga pena biru dan akan mencari tahu dari tiga pena itu, yang mana yang digunakan untuk menulis sebuah pesan. Sampel dari masing-masing tinta diteteskan pada garis dasar pinsil pada selembar kromatografi kertas. Beberapa pewarna larut dalam jumlah yang minimum dalam pelarut yang sesuai, dan itu juga di teteskan pada garis yang sama. Dalam gambar, pena ditandai 1, 2 dan 3 serta tinta pada pesan ditandai sebagai M.
Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Kita akan melihat alasannya pada halaman selanjutnya.
Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Kromatogram kertas
Anda mungkin telah menggunakan kromatografi kertas sebagai salah satu hal pertama yang pernah anda kerjakan dalam bidang kimia untuk pemisahan, misalnya campuran dari pewarna-pewarna yang menyusun warna tinta tertentu. Ini merupakan contoh yang mudah, mari memulai dari hal itu.
Anggaplah anda mempunyai tiga pena biru dan akan mencari tahu dari tiga pena itu, yang mana yang digunakan untuk menulis sebuah pesan. Sampel dari masing-masing tinta diteteskan pada garis dasar pinsil pada selembar kromatografi kertas. Beberapa pewarna larut dalam jumlah yang minimum dalam pelarut yang sesuai, dan itu juga di teteskan pada garis yang sama. Dalam gambar, pena ditandai 1, 2 dan 3 serta tinta pada pesan ditandai sebagai M.
Kertas digantungkan pada wadah yang berisi lapisan
tipis pelarut atau campuran pelarut yang sesuai didalamnya. Perlu diperhatikan
bahwa batas pelarut berada dibawah garis pada bercak diatasnya. Gambar
berikutnya tidak menunjukkan terperinci bagaimana kertas di gantungkan karena
terlalu banyak kemungkinan untuk mengerjakannnya dan dapat mengacaukan gambar.
Kadang-kadang kertas hanya digulungkan secara bebas pada silinder dan diikatkan
dengan klip kertas pada bagian atas dan bawah. Silinder kemudian ditempatkan
dengan posisi berdiri pada bawah wadah.
Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan denga uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas.
Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan denga uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas.
Karena pelarut bergerak lambat pada kertas,
komponen-komponen yang berbeda dari campuran tinta akan bergerak pada laju yang
berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
Gambar menunjukkan apa yang tampak setelah pelarut telah bergerak hampir seluruhnya ke atas.
Gambar menunjukkan apa yang tampak setelah pelarut telah bergerak hampir seluruhnya ke atas.
Dengan sangat mudah dijelaskan melihat dari
kromatogram akhir dari pena yang ditulis pada pesan yang mengandung pewarna
yang sama dengan pena 2. Anda juga dapat melihat bahwa pena 1 mengandung dua
campuran berwarna biru yang kemungkinan salah satunya mengandung pewarna
tunggal terdapat dalam pena 3.
Nilai Rf
Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh pelarut; beberapa laiinya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak tempuh relative pada pelarut adalah konstan untuk senyawa tertentu sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap sama, misalnya jenis kertas dan komposisi pelarut yang tepat..
Jarak relative pada pelarut disebut sebagai nilai Rf. Untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut:
Rf=jarak yang ditempuh oleh senyawa
jarak yang ditempuh oleh pelarut
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Misalnya, jika salah satu komponen dari campuran
bergerak 9.6 cm dari garis dasar, sedangkan pelarut bergerak sejauh 12.0 cm,
jadi Rf untuk komponen itu:
Dalam contoh kita melihat ada beberapa pena, tidak
perlu menghitung nilai Rf karena anda akan membuat perbandingan langsung dengan
hanya melihat kromatogram.
Anda membuat asumsi bahwa jika anda memiliki dua bercak pada kromatogram akhir dengan warna yang sama dan telah bergerak pada jarak yang sama pada kertas, dua bercak tersebut merupakan senyawa yang hampir sama. Hal ini tidak selalu benar. Anda dapat saja mempunyai senyawa-senyawa berwarna yang sangat mirip dengan nilai Rf yang juga sangat mirip. Kita akan melihat bagaimana anda menemukan masalah itu pada penjelasan selanjutnya.
Anda membuat asumsi bahwa jika anda memiliki dua bercak pada kromatogram akhir dengan warna yang sama dan telah bergerak pada jarak yang sama pada kertas, dua bercak tersebut merupakan senyawa yang hampir sama. Hal ini tidak selalu benar. Anda dapat saja mempunyai senyawa-senyawa berwarna yang sangat mirip dengan nilai Rf yang juga sangat mirip. Kita akan melihat bagaimana anda menemukan masalah itu pada penjelasan selanjutnya.
Bagaimana halnya jika substansi yang anda ingin identifikasi tidak berwarna?
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan membuat bercak menjadi tampak dengan mereaksikannya dengan beberapa pereaksi yang menghasilkan produk yang berwarna. Contoh yang baik yaitu kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.
Anggaplah anda mempunyai campuran asam amino dan ingin memisahkan asam amino tertentu yang terdapat dalam campuran. Untuk menyederhanakan, mari berasumsi bahwa anda telah mengetahui kemungkinan campuran hanya mengandung lima asam amino yang umum.
Setetes larutan campuran ditempatkan pada garis dasar kertas, dan dengan cara yang sama ditempatkan asam amino yang telah diketahui diteteskan disampingnya. Kertas lalu ditempatkan dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Dalam gambar, campuran adalah M, dan asam amino yang telah diketahu ditandai 1 sampai 5.
Posisi pelarut depan ditandai dengan pinsil dan kromatogram lalu dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa berwarna, utamanya coklat atau ungu.
Gambar di sebelah kiri menunjukkan kertas setelah
dilalui pelarut hampir pada bagian atas kertas. Bercak masih belum tampak.
Gambar kedua menunjukkan apa yang mungkin tampak setelah penyemprotan
ninhidrin.
Tidak diperlukan untuk menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat membandigkan bercak dalam campuran dengan asam amino-asam amino yang telah diketahui berdasarkan posisi dan warnanya.
Dalam contoh ini, campuran mengandung asam amino yang diberi tanda 1, 4 dan 5.
Bagaimana jika campuran mengandung asam amino lain selain dari asam amino yang anda gunakan untuk perbandingan? Akan terdapat bercak dalam campuran yang tidak sesuai dari asam amino yang telah diketahu. Anda harus mengulangi percobaan menggunakan asam amino-asam amino sebagai bahan perbandingan.
Tidak diperlukan untuk menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat membandigkan bercak dalam campuran dengan asam amino-asam amino yang telah diketahui berdasarkan posisi dan warnanya.
Dalam contoh ini, campuran mengandung asam amino yang diberi tanda 1, 4 dan 5.
Bagaimana jika campuran mengandung asam amino lain selain dari asam amino yang anda gunakan untuk perbandingan? Akan terdapat bercak dalam campuran yang tidak sesuai dari asam amino yang telah diketahu. Anda harus mengulangi percobaan menggunakan asam amino-asam amino sebagai bahan perbandingan.
Kromatografi kertas dua
arah
Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah pemisahan substansi yang memiliki nilai Rf yang sangat serupa.
Saya akan kembali membicarakan tentang senyawa-senyawa berwarna karena lebih mudah melihat apa yang terjadi. Ada dapat mengerjakannya secara sempurna hal ini dengan senyawa-senyawa yang tidak berwarna - tetapi anda harus menggunakan banyak imajinasi dalam menjelaskan apa yang terjadi !
Waktu ini kromatogram dibuat dari bercak tunggal dari campuran yang ditempatkan kedepan dari garis dasar. Kromatogram ditempatkan dalam sebuah pelarut sebelum dan sesudah sampai pelarut mendekati bagian atas kertas.
Dalam gambar, posisi pelarut ditandai dengan pinsil sebelum kertas kering. Posisi ini ditandai sebagai SF1 yaitu pelarut depan untuk pelarut pertama. Kita akan menggunakan dua pelarut yang berbeda
Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah pemisahan substansi yang memiliki nilai Rf yang sangat serupa.
Saya akan kembali membicarakan tentang senyawa-senyawa berwarna karena lebih mudah melihat apa yang terjadi. Ada dapat mengerjakannya secara sempurna hal ini dengan senyawa-senyawa yang tidak berwarna - tetapi anda harus menggunakan banyak imajinasi dalam menjelaskan apa yang terjadi !
Waktu ini kromatogram dibuat dari bercak tunggal dari campuran yang ditempatkan kedepan dari garis dasar. Kromatogram ditempatkan dalam sebuah pelarut sebelum dan sesudah sampai pelarut mendekati bagian atas kertas.
Dalam gambar, posisi pelarut ditandai dengan pinsil sebelum kertas kering. Posisi ini ditandai sebagai SF1 yaitu pelarut depan untuk pelarut pertama. Kita akan menggunakan dua pelarut yang berbeda
Jika anda melihatnya lebih dekat, anda dapat
melihat bahwa bercak pusat besar dalam kromatogram sebagian biru dan sebagian
hijau. Dua pewarna dalam campuran memiliki nilai Rf yang hampir
sama. Tentunya, nilai-nilai ini bisa saja sama, keduanya memiliki warna yang
sama; dalam hal ini anda tidak dapat mengatakan bahwa ada satu atau lebih
pewarna dalam dalam bercak itu.
Apa yang anda kerjakan sekarang adalah menunggu kertas kering seluruhnya, dan putar 90o dan perlakukan kromatogram kembali dengan pelarut yang berbeda.
Hal yang sangat tidak dipercaya bahwa dua bercak yang membingungkan akan memiliki nilai Rf dalam pelarut kedua sama halnya dengan pelarut yang pertama, dengan demikian bercak-bercak akan bergerak dengan jumlah yang berbeda.
Apa yang anda kerjakan sekarang adalah menunggu kertas kering seluruhnya, dan putar 90o dan perlakukan kromatogram kembali dengan pelarut yang berbeda.
Hal yang sangat tidak dipercaya bahwa dua bercak yang membingungkan akan memiliki nilai Rf dalam pelarut kedua sama halnya dengan pelarut yang pertama, dengan demikian bercak-bercak akan bergerak dengan jumlah yang berbeda.
Gambar berikutnya menunjukkan apa yang mungkin
terjadi pada berbagai bercak pada kromatogram awal. Posisi pelarut kedua juga
ditandai.
Tentunya anda tidak dapat melihat bercak-bercak dalam posisi awal dan akhir; Bercak-bercak telah bergerak! Kromatogram akhir akan tampak seperti ini:
Tentunya anda tidak dapat melihat bercak-bercak dalam posisi awal dan akhir; Bercak-bercak telah bergerak! Kromatogram akhir akan tampak seperti ini:
Kromatografi dua arah
secara seluruhnya terpisah dari campuran menjadi empat bercak yang berbeda.
Jika anda akan mengidentifikasi bercak-bercak dalam campuran, secara jelas anda tidak dapat melaksanakannya dengan perbandingan substansi pada kromatogram yang sama seperti yang kita lihat pada contoh sebelumnya menggunakan pena atau asam amino-asam amino. Anda dapat berakhir dengan kekacauan pada bercak-bercak yang tanpa arti.
Meskipun demikian, anda dapat bekerja dengan nilai Rf untuk setiap bercak-bercak dalam pelarut-pelarut, dan kemudian membandingkan nilai-nilai yang anda telah ukur dari senyawa yang telah diketahui pada kondisi yang tepat sama.
Bagaimana kromatografi kertas bekerja?
Meskipun kromatografi kertas sangat mudah pengerjaannya, tetapi sangat sulit dijelaskan apabila membadingkannya dengan kromatografi lapis tipis. Penjelasannya tergantung tingkatan pemilihan pelarut yang anda gunakan, dan beberapa sumber untuk mengatasi masalah secara tuntas. Jika anda telah pernah melakukannya, ini sangat membantu jika anda dapat membaca penjelasan bagaimana kromatografi lapis tipis bekerja. Struktur dasar kertas
Kertas dibuat dari serat selulosa. Selulosa merupakan polimer dari gula sederhana, yaitu glukosa.
Jika anda akan mengidentifikasi bercak-bercak dalam campuran, secara jelas anda tidak dapat melaksanakannya dengan perbandingan substansi pada kromatogram yang sama seperti yang kita lihat pada contoh sebelumnya menggunakan pena atau asam amino-asam amino. Anda dapat berakhir dengan kekacauan pada bercak-bercak yang tanpa arti.
Meskipun demikian, anda dapat bekerja dengan nilai Rf untuk setiap bercak-bercak dalam pelarut-pelarut, dan kemudian membandingkan nilai-nilai yang anda telah ukur dari senyawa yang telah diketahui pada kondisi yang tepat sama.
Bagaimana kromatografi kertas bekerja?
Meskipun kromatografi kertas sangat mudah pengerjaannya, tetapi sangat sulit dijelaskan apabila membadingkannya dengan kromatografi lapis tipis. Penjelasannya tergantung tingkatan pemilihan pelarut yang anda gunakan, dan beberapa sumber untuk mengatasi masalah secara tuntas. Jika anda telah pernah melakukannya, ini sangat membantu jika anda dapat membaca penjelasan bagaimana kromatografi lapis tipis bekerja. Struktur dasar kertas
Kertas dibuat dari serat selulosa. Selulosa merupakan polimer dari gula sederhana, yaitu glukosa.
Sangat menarik untuk
mencoba untuk menjelaskan kromatografi kertas dalam kerangka bahwa
senyawa-senyawa berbeda diserap pada tingkatan yang berbeda pada permukaan
kertas. Dengan kata lain,
akan baik menggunakan beberapa penjelasan untuk kromatografi lapis tipis dan
kertas. Sayangnya, hal ini lebih kompleks daripada itu!
Kompleksitas timbul karena serat-serat selulosa beratraksi dengan uap air dari atmosfer sebagaimana halnya air yang timbul pada saat pembuatan kertas. Oleh karenanya, anda dapat berpikir yakni kertas sebagai serat-serat selulosa dengan lapisan yang sangat tipis dari molekul-molekul air yang berikatan pada permukaan.
Interaksi ini dengan air merupakan efek yang sangat penting selama pengerjaan kromatografi kertas.
Kromatografi kertas menggunakan pelarut non polar
Anggaplah anda menggunakan pelarut non polar seperti heksana untuk mengerjakan kromatogram.
Molekul-molekul polar da;am campuran yang anda coba untuk pisahkan akan memiliki sedikit atraksi antara akan memiliki sedikit atraksi untuk molekul-molekul air dan molekul-molekul yang melekat pada selulosa, dan karena akan menghabisakan banyak waktunya untuk larut dalam pelarut yang bergerak. Molekul-molekul seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkut oleh pelarut. Mereka akan memiliki nilai Rf yang relatif tinggi.
Dengan kata lain, molekul-molekul polar akan memiliki atraksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan kurang untuk pelarut yang non polar. Dan karenanya, cenderung untuk larut dalam lapisan tipis air sekitar serat lebih besar daripada pelarut yang bergerak.
Karena molekul-molekul ini menghabiskan waktu untuk larut dalam fase diam dan kurang dalam fase gerak, molekul-molekul tidak akan bergerak sangat cepat pada kertas.
Kecenderungan senyawa untuk membagi waktunya antara dua pelarut yang tidak bercampur (misalnya pelarut heksana dan air yang mana tidak bercampur) disebut sebagai partisi. Kromatografi kertas menggunakan pelarut non-polar kemudian menjadi tipe kromatografi partisi.
Kromatografi kertas menggunakan air dan pelarut polar lainnya
Waktu akan mengajarkan anda bahwa partisi tidak dapat dijelaskan jika anda menggunakan air sebagai pelarut untuk campuran anda. Jika anda mempunyai air sebagai fase diam, tidak akan sangat berbeda makna antara jumlah waktu substansi menghabiskan waktu dalam campuran dalam bentuk lainnya. Seluruh substansi seharusnya setimbang kelarutannya (terlarut setimbang) dalam keduanya.
Namun, kromatogram pertama yang telah anda buat mungkin merupakan tinta menggunakan air sebagai pelarut.
Jika air bertindak sebagai fase gerak selayaknya menjadi fase diam, akan terdapat perbedaan mekanisme pada mekanisme kerja dan harus setimbang untuk pelarut-pelarut polar seperti alkohol, misalnya. Partisi hanya dapat terjadi antara pelarut yang tidak bercampur satu dengan lainnya. Pelarut-pelarut polar seperti alkohol rendah bercampur dengan air.
Kompleksitas timbul karena serat-serat selulosa beratraksi dengan uap air dari atmosfer sebagaimana halnya air yang timbul pada saat pembuatan kertas. Oleh karenanya, anda dapat berpikir yakni kertas sebagai serat-serat selulosa dengan lapisan yang sangat tipis dari molekul-molekul air yang berikatan pada permukaan.
Interaksi ini dengan air merupakan efek yang sangat penting selama pengerjaan kromatografi kertas.
Kromatografi kertas menggunakan pelarut non polar
Anggaplah anda menggunakan pelarut non polar seperti heksana untuk mengerjakan kromatogram.
Molekul-molekul polar da;am campuran yang anda coba untuk pisahkan akan memiliki sedikit atraksi antara akan memiliki sedikit atraksi untuk molekul-molekul air dan molekul-molekul yang melekat pada selulosa, dan karena akan menghabisakan banyak waktunya untuk larut dalam pelarut yang bergerak. Molekul-molekul seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkut oleh pelarut. Mereka akan memiliki nilai Rf yang relatif tinggi.
Dengan kata lain, molekul-molekul polar akan memiliki atraksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan kurang untuk pelarut yang non polar. Dan karenanya, cenderung untuk larut dalam lapisan tipis air sekitar serat lebih besar daripada pelarut yang bergerak.
Karena molekul-molekul ini menghabiskan waktu untuk larut dalam fase diam dan kurang dalam fase gerak, molekul-molekul tidak akan bergerak sangat cepat pada kertas.
Kecenderungan senyawa untuk membagi waktunya antara dua pelarut yang tidak bercampur (misalnya pelarut heksana dan air yang mana tidak bercampur) disebut sebagai partisi. Kromatografi kertas menggunakan pelarut non-polar kemudian menjadi tipe kromatografi partisi.
Kromatografi kertas menggunakan air dan pelarut polar lainnya
Waktu akan mengajarkan anda bahwa partisi tidak dapat dijelaskan jika anda menggunakan air sebagai pelarut untuk campuran anda. Jika anda mempunyai air sebagai fase diam, tidak akan sangat berbeda makna antara jumlah waktu substansi menghabiskan waktu dalam campuran dalam bentuk lainnya. Seluruh substansi seharusnya setimbang kelarutannya (terlarut setimbang) dalam keduanya.
Namun, kromatogram pertama yang telah anda buat mungkin merupakan tinta menggunakan air sebagai pelarut.
Jika air bertindak sebagai fase gerak selayaknya menjadi fase diam, akan terdapat perbedaan mekanisme pada mekanisme kerja dan harus setimbang untuk pelarut-pelarut polar seperti alkohol, misalnya. Partisi hanya dapat terjadi antara pelarut yang tidak bercampur satu dengan lainnya. Pelarut-pelarut polar seperti alkohol rendah bercampur dengan air.
1.2 TUJUAN
Mengetahui jenis
senyawa kimia dari suatu sampel yang dianalisa dengan cara kromatografi kertas
1.3
ALAT DAN BAHAN
- Bahan :
- Analat à glukosa
- Standar à fruktosa
- Alat :
- Kromatografi
- Pipet kapiler
- Kertas kromatografi
1.3 PROSEDUR KERJA
1. Isi
tabung kromatografi dengan eluen 50-100 ml eluen. Tutup rapat dan kocok.
Biarkan agar ruangan di dalamnya jenuh dengan pelarut.
2. Buat
garis start dengan pensil ( jarak 3 cm
dari tepi bawah kertas dan dari tepi atas kertas).
3.
Pada
garis start buat titik – titik dengan pensil dengan jarak 2,5 – 3 cm
4. Pada garis font buat titik ( dengan pensil ) tepat di
atas titik pada garis start. Beri kode tiap titik tersebut.
5. Dengan pipa kapiler, teteskan larutan analat dan standar
pada titik – titik di garis start. Keringkan dengan lampu
( lebar spot 3 mm )
6. Ulangi
tetesan 2 – 3 kali. Keringkan sebelum penetesan ulangan dan sesudahnya.
7. Bentuk
kertas menjadi silinder, dengan bagian start
sebagai alas dan bagian font sebagai puncak silinder, dengan cara
menghubungkannya dengan jepit – jepit plastic.
8. Masukkan
silinder kertas ke dalam tabung kromatografi yang telah berisi eluen dengan
garis start di bawah. Perhatikan garis start tidak boleh tercelup dalam eluen.
9. Tutup
rapat tabung kromatografi, biarkan eluen naik sampai garis font ( 1 – 6 jam ).
10.
Angkat
dan kering anginkan kertas kromatografi
11. Setelah
kertas kering, biarkan pewarna dengan cara menguapi, mencelup,
menyemprotkannya, tergantung analat.
12.
Berikan
tanda warna yang terbentuk. Ukur jaraknya dari garis start.
13. Hitung Rf = Jarak
yang ditempuh spot
Jarak yang ditempuh pelarut
·
Bandingkan
Rf yang diperoleh dengan Rf standar.
1.5 Hasil dan Pembahasan
Hasil:
Diket : Titik
standar
= 7,6 cm dari garis standar
Analat = 10
cm
Jawab :
Yang mana sebelumnya didapatkan titik standar = 50 ppm
yang setara dengan 7,6 cm. Sedakan titik analat yang didapat sebelumya =65,7
ppm yang setara dengan 10 cm.
Rf
= jarak yang ditempuh spot
Jarak yang ditempuh pelarut
Rf standar
= 7,6 cm = 0,76
10 cm
Rf
analat = 7,6 cm = 0,76
10 cm
Pembahasan
:
Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari
substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja
berdasarkan prinsip yang sama.
Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Kita akan melihat alasannya pada halaman selanjutnya.
Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Kita akan melihat alasannya pada halaman selanjutnya.
Praktikum
kromatografi kertas ini lebuh sederhana dan murah dibanding krmatografi lapis
tipis. Yang kami hanya menyediakan sebuah kertas whatman no 4, tabung
kromatografi, pipet, larutan standar dan analat. Pada kertas dibuat garis start dan dibuat titik pada
jarak 3 cm di sepanjang garis itu. Kemudian ditetesi analat dan standar secara
selang seling. Penetesan dilakukan berulang setelah tetesan sebelumnya kering
terlebih dahulu. Kemudisn dimasukkan ke dalam tabung kromatograf yang tesisi
eluen.biarkan eluen naik sampai batas yang ditentukan. Baru bisa dilakukan
semprotan.
Pada
praktikum kali ini kami mendapatkan nilai Rf standar denga Rf analat sebanding
atau sama besar yaitu 7,6 cm/10 cm = 0,76. Nilai Rf sama basar karena
disebabkab standar yang digunakan hanya
satu, yaitu selulosa. Seharusnya standar yang digunakan lebih dari satu, jadi
didapatkan hanya titik a dan b. Kalau standarnya nya lebih dari satu maka
didapatkan nilai titik a, b, c dan d.
front
|
||||
d
c
a
|
||||
Standar Analat
|
Linearitas respon detektor di dapat antara konsentrasi 0
– 15%. Sistem tersebut dapat mendeteksi sampai kadar gula 0,01%. Ekstraksi
menggunakan etanol 80% ternyata lebih baik bila dibandingkan dengan menggunakan
CH
OH / H
O atau CH
CN / H
O, percobaan ini dikemukakan oleh ( Picha,
1985)
Yang
mana litetatur yang menjadi acuan warna yang ditimbulkan oleh berbagai senyawa
yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
oleh Ismailov dan Shraiber (1985)
Pereaksi
|
Jenis senyawa
|
Warna
|
Hijau bromkesol
|
Asam karboksilat
|
Bercak kuning pada dasar hijau
|
Dragendorff
|
Alkaloid dan basa organik
|
Jingga
|
Besi III
|
Fenol
|
Berbagai warna
|
Fluoresein : Br
|
Senyawa tak jenuh
|
Bercak kuning pada dasar merah jambu
|
Ninhidrin
|
Asam amino
|
Biru
|
H
SO
|
Karbohidrat
|
Berbagai warna biru
|
Amilosa
|
Gula pereduksi
|
Berbagai wana.
|
Beradasarkan
acuan diatas maka warna yang ditimbulkan oleh jenis gula yang ditentukan adalah
bermacam warana atau tidak terikat. Dan berdasarkan acuan yang dikemukakan oleh
Picha maka praktikum kali ini tidak memperoleh hasil yang memuaskan, ini
dikarenakan oleh banyak faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Tidak
cocoknya pelarut yang digunakan
·
Zat
semprot yang digunakan tidak cocok dengan sampel yang diambil, sehingga hasil
yang ditimbulkan tidak sesuai dengan yang diharapkan seharusnya menggunakan
beberapa zat semprot (KmnO4 dan NaCl)
·
Pemilihan
sistem pelarut yang kurang selektif
·
Pemisahan
yang kurang hati-hati sehingga pada penetesan standar atau analat tidak
sebanding. Penetesan yang baik adalah penetesan sekecil mungkian namun
dilakukan berulang-ulang setelah kering terlebih dahulu.
·
Pratikan
kurang memahami prinsip dan prosedur kerja dari kromatrografi kertas
·
Hanya
menggunakan larutan gula (Fruktosa)
·
Wadah
tabung kromatografi terkontaminasi dengan udara
·
Kertas
kurang kering sewaktu menetesi kembali analat
1.6
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
:
·
Teknik
pemisahan kromatografi kertas merupakan teknik kromatografi yang paling
sederhana dibandingkan teknik-teknik kromatografi lainnya. Pada prisipnya,
komponen dipisahkan berdasarkan perbedaan kelarutan dari dua spot—hitam dan
cokelat menjadi ungu, biru, cokelat dan kuning, merah muda dengan Rf yang
beragam.
·
Beberapa
penerapanya kromatografi secara umum di bidang biologi adalah unuk menghitung
residu pestisida pada buah-buahan dan sayur, mengidentifikasi dan
mengklasifikasi bakteri, menentukan jalur metabolisme dan mekanisme kerja
obat-obatan, menghitung polusi air dan udara dan lain sebagainya.
Saran
Kita sebagai praktikan harus teliti dalam melakukan suatu
pengukuran dan suatu penelitian agar tidak terjadi sebuah kesalahan nantinya.
1.7 DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonim.
1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Depkes RI. Jakarta.
Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia
Analitik. UI-Press. Jakarta.
Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
BAB IX PENETAPAN KADAR GULA METODE
ANTRHON
0 komentar:
Posting Komentar